Bobong, Ufuktimur.com — Panitia Kerja (Panja) tindak lanjut temuan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) resmi menyampaikan hasil kerjanya melalui Paripurna DPRD, Kamis (4/9/2025).
Rapat paripurna ini dihadiri oleh Wakil Bupati La Ode Yasir, pimpinan dan anggota DPRD, Forkompinda, dan pimpinan OPD Taliabu dilingkungan Pemda Pulau Taliabu.
Dalam penyampaiannya, Suratman mengingatkan pemerintah daerah.
Bahwa, penyusunan APBD dan APBD Perubahan belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Seperti waktu Penyampaian Rancangan KUA dan PPAS oleh Kepala Daerah ke DPRD yang seharusnya diserahkan paling lambat minggu ke 2 bulan juli 2024, namun diserahkan pada tanggal 7 Agustus 2024 (terlambat 15 Hari). Kemudian penyampaian rancangan perda tentang APBD 2024 pun mengalami keterlambatan 49 hari kerja.
“Ini menjadi catatan penting, karena merupakan kejadian yang berulang pada tahun-tahun sebelumnya,” tegas Suratman.
Dia mengatakan, dalam rangka pemeriksaan lanjutan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Taliabu Tahun-tahun sebelumnya sampai dengan tahun 2024. Sesuai dengan ketentuan Pasal 20 undang-undang nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
“Pelaksanaan tindak lanjut menjadi tanggung jawab Pemerintah Kabupaten Pulau Taliabu dan DPRD,” ujarnya .
Sehubungan dengan hal tersebut, Tim Panja melakukan penelusuran tindak lanjut rekomendasi Laporan Hasil Pemeriksaan 2020 hingga 2024 yang termuat dalam iktisar pemantauan BPK RI pada LHP 2024.
Ditemukan beberapa hal sebagai berikut.
1). Terhadap temuan atas denda keterlambatan empat paket Belanja Modal pada Dinas PUPR sebesar Rp659.019.381 dan potensi kelebihan pembayaran atas pekerjaan fisiknya sebesar Rp11.915.497.000, Belum ditindaklanjuti.
2). Pelaksanaan sembilan paket belanja modal pada Jalan, Irigasi dan Jaringan di Dinas PUPR atas denda keterlambatan yang belum dipungut sebesar Rp2.005.292.161, dan Potensi kelebihan pembayaran sebesar Rp38.408.492.647.
Ini telah ditindaklanjuti dengan satu paket belanja modal yang sudah putusan pengadilan, dan delapan paket sisanya masuk tahapan
penyelidikan dan penyidikan.
3). Sisa pemotongan pajak tahun fiskal 2021 sampai dengan 2023 sebesar Rp1.323.937.372, telah disetor ke negara sebesar Rp458.738.073.
Terdapat kekurangan setor sebesar Rp865.199.271.
4). Sisa SP2D-UP sebesar Rp1.350.995.000 per 31 Desember 2023, ditindaklanjuti dengan melakukan penyetoran ke kas daerah sebesar Rp18.000.000, masih terdapat kurang setor sebesar Rp1.332.995.000.
5). Sisa giro yang belum disetor Per 31 Desember 2023 sebesar Rp11.950.900, dan pada tahun 2024 dilakukan penyetoran sebesar Rp1.850.400., masih ada kurang setor sebesar Rp10.100.495.
6). Sisa pemotongan PFK sampai dengan tahun 2020 sebesar Rp3.802.357.000, belum dilakukan penyetoran ke Negara.
7). PT Bank Rakyat Indonesia Unit Pulau Taliabu belum mempertanggungjawabkan Ketekoran berdasarkan koreksi kas per 31
Desember 2024 atas kekurangan kas daerah tahun 2019 sebesar
Rp22.781.133.000.
8). Ketekoran sisa aset lainnya atas validasi ganda yang dilakukan oleh PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Pulau Taliabu sejak 2015-2017 atas 15 paket pekerjaan sebesar Rp4.077.960.000.
Hal ini telah dilakukan pengembalian pada tahun 2020 sebesar Rp17.277.380.
Yang mana kemudian telah disesuaikan pada tahun 2024. Sehingga masih terdapat ketekoran kas yang belum dipulihkan sesuai rekomendasi sebesar Rp4.060.683.000. (Red)