Bobong, Ufuktimur.com — Nyaris tak dengar kabar sebulan, ternyata bupati kabupaten Pulau Taliabu, Sashabila Widya L Mus dikabarkan baru saja pulang dari ibadah Umroh di Tanah Suci.
Namun, kepulangan tersebut justru menimbulkan sorotan tajam. Pasalnya, sejumlah pihak meragukan keabsahan perjalanan luar negeri itu karena diduga tidak mengantongi izin resmi dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri) maupun rekomendasi dari Gubernur Maluku Utara.
Lifinus, kepada media ini menjelaskan kepala daerah yang keluar negeri harus atas persetujuan Mendagri dan tembusannya ke DPRD, karena itu secara jelas diatur oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah memberikan rambu jelas.
“Kalau kita lihat pasal 76 ayat (1) huruf i menjelaskan Kepala daerah dan wakil kepala daerah dilarang melakukan perjalanan ke luar negeri tanpa izin Menteri. Kemudian pada pasal Pasal 78 ayat (2), bahwa Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis dan atau tindakan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,”ungkapnya.
Dia juga mengatakan, ketentuan teknis juga diperkuat melalui Permendagri Nomor 29 Tahun 2016 tentang Pedoman Perjalanan Dinas Luar Negeri bagi Pejabat di Lingkungan Kemendagri dan Pemerintah Daerah, khususnya:
“Pasal 3 ayat (1) menyebutkan perjalanan dinas luar negeri bagi gubernur, bupati/walikota, dan wakil bupati/wakil walikota hanya dapat dilakukan setelah mendapat izin tertulis dari Menteri Dalam Negeri,”ujarnya.
Lanjut Lifinus, setiap keberangkatan kepala daerah ke luar negeri, baik urusan kedinasan maupun ibadah pribadi seperti Umroh.
“tetap wajib mendapatkan izin Mendagri dengan rekomendasi dari Gubernur,”katanya.
Dia mengungkapkan dugaan pelanggaran dan maladministrasi ditemukan berdasarkan hasil penelusuran tidak menemukan publikasi surat izin maupun rekomendasi yang biasanya diumumkan ke publik. Kondisi ini memperkuat dugaan bahwa Bupati Pulau Taliabu melaksanakan perjalanan Umroh tanpa prosedur hukum yang benar.
“Jika benar tanpa izin, maka Bupati melanggar Pasal 76 UU 23/2014. Ini dapat dikategorikan sebagai pelanggaran administrasi sekaligus maladministrasi sesuai UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, khususnya mengenai penyalahgunaan wewenang.”jelasnya.
Selain itu, keberangkatan tanpa izin juga berpotensi menimbulkan kekosongan kepemimpinan di daerah, karena tidak ada dasar hukum bagi pejabat lain untuk mengambil alih wewenang selama bupati berada di luar negeri.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Pemerintah Kabupaten Pulau Taliabu belum memberi klarifikasi resmi soal ada atau tidaknya izin Mendagri maupun rekomendasi Gubernur. Begitu pula, pihak Kemendagri dan Pemerintah Provinsi Maluku Utara masih belum mengonfirmasi dokumen izin perjalanan tersebut.
“Transparansi dan klarifikasi menjadi sangat penting, mengingat dugaan ini bukan sekadar soal ibadah pribadi, melainkan menyangkut kepatuhan kepala daerah terhadap aturan hukum serta integritas penyelenggaraan pemerintahan,” pungkasnya. (Red)