Jumat, September 26, 2025

Dinkes Sula Lakukan Audit Independen Atas Pelayanan RSUD, Kadinkes : Tidak Bisa Langsung Benarkan Audit Internal RSUD

Must read

Sanana, Ufuktimur.com — Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Kepulauan Sula merespon cepat keluhan keluarga pasien atas peristiwa yang terjadi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sanana yang menyebabkan salah seorang Ibu meninggal Dunia pada Sabtu dini kemarin.

Ini disampaikan Kepala Dinas Kesehatan, Suryati Abdullah kepada sejumlah awak media di Kantornya, Senin (15/9/2025). Ia mengatakan, setelah mendapat informasi terkait peristiwa tersebut, dirinya langsung turun ke Rumah sakit dan meminta pihak RSUD untuk melakukan audit internal terhadap standar operasional prosedur (SOP) di RSUD Sanana.

Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Kepulauan Sula, Suryati Abdullah menjelaskan, bahwa langkah cepat telah diambil segera setelah mendapat laporan dari Direktur RSUD Sanana.

“Setelah saya mendapat laporan dari Ibu Direktur, saya langsung turun ke lokasi. Saya perintahkan pihak rumah sakit untuk segera melakukan audit internal terkait standar SOP yang digunakan oleh tim medis,” ujarnya.

Suryati juga mengatakan Audit internal oleh pihak RSUD dilakukan pada hari Sabtu. Selanjutnya, pada hari Minggu, Dinas Kesehatan juga melakukan audit independen secara menyeluruh terhadap kejadian tersebut. Audit dimulai pukul 14.00 WIT dan baru selesai sekitar pukul 01.00 dini hari.

“Hasil auditnya saat ini masih bersifat sementara. Kami sedang mencocokkan kembali data yang ada, termasuk dengan rekaman CCTV rumah sakit untuk mengkonfirmasi kronologi kejadian berdasarkan keterangan para petugas,” tambah Suryati.

Suryati mengaku, salah satu yang menjadi fokus dalam audit adalah kecocokan waktu antara pernyataan petugas medis, petugas Unit Transfusi Darah (UTD), dan keluarga pasien, dengan bukti visual dari CCTV rumah sakit.

“Misalnya, petugas UTD menyebutkan ada interaksi dengan keluarga pasien pada jam tertentu. Nanti kita cocokan lagi dengan CCTV, apakah waktu yang disebut itu benar,” katanya.

Dia menyebutkan, bahwa kondisi pasien sebenarnya cukup baik sejak awal masuk IGD hingga proses persalinan selesai. Namun, kondisi pasien mulai berubah drastis dalam dua jam terakhir setelah proses persalinan.

“Dari informasi yang kami himpun, proses persalinan berjalan normal. Namun, sekitar 30 menit setelah melahirkan, placenta belum keluar. Ini yang disebut dengan retensi plasenta, dan membutuhkan penanganan darurat,”jelasnya.

Suryati menegaskan, bahwa dalam kondisi kritis tersebut, petugas medis sebenarnya telah melakukan sejumlah tindakan emergensi sesuai prosedur yang berlaku. Namun, semua tindakan tetap harus mempertimbangkan kondisi vital pasien secara menyeluruh.

“Memang ada langkah-langkah emergensi yang akan dilakukan oleh tim medis, tapi mereka harus memastikan kondisi umum pasien stabil, termasuk tekanan darah, sebelum bisa melanjutkan tindakan yang lebih invasif,”ujarnya.

Selain itu, Suryati juga menanggapi informasi yang beredar di masyarakat terkait dugaan bahwa dokter tidak berada di tempat saat kejadian. Ia menyampaikan bahwa saat itu ada dokter jaga yang bertugas, dan pihaknya masih mendalami informasi lebih lanjut dengan memverifikasi melalui rekaman CCTV.

“Saya tidak bisa langsung membenarkan hasil audit internal dari rumah sakit. Kita harus lihat faktanya secara utuh. Informasi jam kejadian, kehadiran dokter, semua harus dicocokkan dengan bukti CCTV. Kita pastikan hasilnya segera,”jelasnya.

Dia menambahkan hingga saat ini, tim audit dari Dinas Kesehatan masih menyusun laporan final berdasarkan data rekam medis, wawancara dengan petugas jaga, serta dokumen SOP yang berlaku di RSUD Sanana. Terkait ketersediaan darah untuk transfusi. Suryati menuturkan, pihak Puskesmas dan Dinas Kesehatan selama ini sudah memiliki SOP yang mewajibkan setiap ibu hamil untuk memiliki calon pendonor sejak masa kehamilan.

“Semua ibu hamil wajib memiliki satu pendonor yang disiapkan sejak awal. Ini sudah menjadi prosedur tetap karena kita menganggap semua kehamilan berisiko,”tegasnya.

Dikatakan Suryati, dalam proses distribusi darah, tetap diperlukan prosedur teknis tambahan yang memerlukan waktu, seperti proses thawing (penghangatan darah beku), cross-matching darah pasien dan darah pedonor, hingga memastikan kecocokan rhesus darah.

“Setelah dokter memberikan instruksi tertulis untuk transfusi, darah baru bisa diproses di laboratorium. Kalau darahnya dalam kondisi beku, butuh waktu untuk dinormalkan dan dicocokkan dulu. Ini bisa memakan waktu antara 45 sampai 60 menit,”katanya.

Suryati menerabgkan, dalam situasi darurat, terutama saat pasien dalam kondisi kritis, tekanan psikologis dari pihak keluarga maupun petugas medis dapat memperburuk komunikasi.

“Mungkin di sinilah terjadi miskomunikasi. Petugas sedang berupaya menyiapkan darah sesuai prosedur, sementara keluarga panik menunggu tindakan cepat. Semua pihak pasti ingin memberikan yang terbaik untuk pasien,” tandasnya. (red)

spot_img
spot_img
- Advertisement -spot_img
Iklan Bawah
- Advertisement -spot_img

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Latest article