Sanana, Ufuktimur.com- Polemik terlambat 275 Bidang Tanah di Desa Penuh akhirnya mendapat titik terang. Pasalnya, polemik tersebut mendapat respon Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Kepulauan Sula. Dalam keterangannya, Pihak Pertanahan meminta masyarakat untuk membuat sanggahan terkait polemik dokumen 275 peta bidang tanah di Desa Penu, Kecamatan Taliabu Timur, Kabupaten Pulau Taliabu, yang telah ditandatangani oleh Penjabat (PJ) Kepala Desa, Asirudin.
Sanggahan tersebut akan menjadi dasar hukum bagi BPN untuk membatalkan sejumlah dokumen bidang tanah yang telah ditandatangani oleh Kepala Desa Penu.
Ketua Panitia Ajudikasi BPN Kabupaten Sula, Muhammad Rivai, saat dikonfirmasi menyampaikan bahwa terkait dengan penerbitan dokumen tanah tersebut, pihaknya sudah menyampaikan mekanisme pembatalan kepada masyarakat di Desa Penu.
“Terkait permasalahan yang terjadi di Desa Penu, sudah kami sampaikan bahwa ada mekanisme untuk membatalkan dokumen yang telah ditandatangani oleh kepala desa. Sebagai tindak lanjut, kami minta masyarakat membuat sanggahan agar sertifikat tanah tersebut tidak diterbitkan,”jelas Rizal saat dikonfirmasi wartawan Jumat (05/09/2025)
Ia menambahkan bahwa program yang sedang dijalankan merupakan bagian dari kegiatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Dalam tahapannya, pengumuman terlebih dahulu dilakukan kepada masyarakat, dan sanggahan dari masyarakat akan menjadi dasar untuk membatalkan penerbitan sertifikat.
“Secara administrasi memang dokumen sudah ditandatangani oleh kepala desa. Namun, untuk pembatalan, dasar utamanya adalah sanggahan dari masyarakat. Kami akan siapkan format sanggahan untuk kelompok masyarakat yang ingin menyampaikan keberatan terhadap beberapa bidang tanah,”ujarnya.
Menurut Rizal, dari 275 bidang tanah tersebut tidak semua ada sanggahan karena sebagian bidang tanah yang dimaksud saat ini telah dikelola oleh masyarakat.
“Sesuai aturan, keberatan atau sanggahan resmi dari masyarakat harus disampaikan secara tertulis agar dapat dianalisis oleh tim,”tutupnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, bahwa proses penerbitan sertifikat terdapat dua kategori yakni K1 dan K2. Kata dia, K1 terdiri dari tanah yang dianggap tidak bermasalah atau komplen dari masyarakat. Baik itu dari dokumennya maupun penguasaan fisik di lapangan. Sementara, K2 itu permasalahan seperti saat ini terjadi di Desa Penu.
“Untuk membatalkan itu, masyarakat harus buat sanggahan, kami juga pantau perkembangan disana (Desa Penu), tapi kami secara institusi juga harus mendengar dari semua pihak, karena keputusan yang diambil itu sesuai dengan mekanisme,” tutupnya. (Red)